Minggu, 07 April 2013


Because Of You, My Teacher

Author  : Mrs. Haefa
Genre   : Romance or Sadness or Friendship?
Cast    : Fatia as Aku
          Fatian as Guru
          Another

#Cuap-cuap Author
      Ini adalah cerpen pertama yang saya buat, awalnya si cuma iseng karena banyak yang ngasih ide untuk bikin cerita. Ya akhirnya terpikirlah cerpen ini, maaf kalau ceritanya ga jelas atau malah jelek banget, maklum baru pertama bikin, saya sangat menghargai semua yang berminat untuk baca, apalagi ngasih saran atau komentar. Selamat membaca! Semoga tidak mengecewakan^^. Terimakasih.#skip
      Udara yang sejuk dipagi hari terasa hambar untukku yang masih saja mengingat hari yang benar-benar membuat hatiku sakit. Sudah berlalu satu minggu dari kejadian itu tapi kenapa semua itu masih lekat dalam ingatanku? Kejadian dimana aku merasakan sakit yang sebelumnya aku belum pernah merasakannya. Pikiran ini tiba-tiba melayang dan membuka lagi ingatan tentang hari itu.
      Pagi ini adalah pagi yang sangat aku tunggu-tunggu, aku ingin tahu bagaimana sikap dari pak Fatian, dia adalah guruku disekolah. Yaa.. aku akhirnya memberanikan diri untuk memberi suatu hadiah padanya saat hari ulangtahunnya, tapi karena nyaliku tidak mendukung, aku pun tidak berani untuk memberikannya langsung pada pak Fatian. Akhirnya aku meminta bantuan pada Ros temanku untuk menemaniku menaruh hadiah itu di motornya, ya itulah strategi yang kami buat dari jauh-jauh hari. Dan esok harinya aku tahu bahwa dia telah menerima hadiah itu.
      Dia pun datang ke kelasku untuk mengajar seperti biasa dijam pelajaran pertama. Ada sedikit perasaan kecewa saat aku melihat dia tidak memakai hadiah yang aku berikan. Kami memulai pelajaran dan hari ini jadwal kelas ku untuk ujian praktik. Aku yang duduk dibarisan meja paling depan yang dari awal memperhatikan pak Fatian, pindah ke meja bagian belakang dan mengajak Arta, aku pindah karena mejaku dipakai untuk presentase kelompok yang maju hari ini, kelompokku sudah maju pada pekan yang lalu. Saat ini aku merasa pak Fatian sangat aneh, kebetulan dia juga pindah ke bagian belakang untuk melihat kelompok yang sedang maju, dia duduk tepat satu meja didepan yang berada di samping mejaku. Hari ini dia lebih banyak tersenyum dibandingkan sebelumnya,“apa dia tahu ya tentang hadiah itu?” batinku. Ujian praktik hari ini selesai setelah kelompok terakhir maju untuk mempresentasikan tugasnya. “pak, pak.. bapak mau nikah ya? Kapan pak? Dimana acaranya? Jangan lupa untuk mengundang kami ya pak!” ucap salah satu temanku. “aduuh, kanapa harus bahas masalah itu?” bisikku dalam hati, “oh ya, do’akan saja ya semuanya bisa berjalan dengan lancar, kalian semua bapak undang ko, tapi maaf mungkin tidak bisa lewat undangan satu persatu, hanya bisa melalui facebook atau twitter” jawabnya dengan tenang sambil menunjukkan ekspresi wajah bahagianya. “jleb” jantungku rasanya berhenti sejenak setelah mendengar itu. Rasanya sesak, susah untuk bernapas, kenapa harus keluar kata-kata itu? Aku memang sudah tahu sejak lama tentang semua ini, tapi tetap saja terasa sakit setiap kali mendengarnya. “wah, Fatia jangan sakit hati ya hahahaha” ujar putri dengan nada meledekku, “nanti aku bilangin uminya Fatia dan Ibunya arta ah buat jagain mereka berdua pas pak Fatian nikah, kali aja ada yang patah hati terus gantung diri” saut Yanti, dari situ hampir semua teman dekatku saut-sautan bicara ngawur dan spontan saja aku dan Arta malu dan salah tingkah, aku yang sadar bahwa mukaku mulai memerah langsung menutupinya dengan tas agar tidak terlihat oleh pak Fatian yang sudah pindah duduknya jadi kemeja guru. Aku benar-benar tidak tahu harus bicara apa, melihat pak Fatian pun aku sudah tidak berani, “wih frontal banget semuanya!” lanjut Ika, dan akhirnya Lita menambahi “oh ya pak, ceritain dong, gimana bapak bisa ketemu sama calon istri bapak? Ayo pak cerita sebelum bel pelajaran habis.” Dan ketika pak Fatian mulai bercerita, belpun berbunyi dan secara refleks “bel pak!” aku pun sadar dengan apa yang barusan aku katakan itu bisa membuat pak Fatian curiga padaku, “woooo Fatia hahaha”serentak teman-temanku mendengar ucapanku barusan. “huh, dasar bodoh, kacau semuanya kacau” sesalku. “Fatia kamu itu sekadar suka ya kan?” ucap Ina yang mencoba menenangkanku.
      Setelah kejadian itu, entah kenapa aku jadi jarang melihatnya, dan ketika bertemu aku lebih memilih untuk mencari jalan lain agar tidak bertemu dengannya, aku tidak peduli apa yang akan dia pikirkan terhadapku. Aku benar-benar merasa sakit setiap mengingat kejadian itu.
      Saat ada pendaftaran Perguruan Tinggi, aku bingung ingin memilih jurusan apa, seketika itu juga aku ingat pak Fatian pernah bilang “saya ingin istri saya nanti seorang dokter” akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jurusan ilmu kedokteran. Tapi aku sadar belum juga aku memulai kuliahku pak Fatian sudah memutuskan untuk menikah, tapi aku tidak mengurungkan niatku untuk menjadi dokter, karena aku juga sangat ingin menjadi dokter spesialis anak.
      Aku jadi tidak bisa berfikir jernih, dan terus mengingat ucapan pak Fatian hari itu. Aku bingung apa aku harus datang ke acaranya atau tidak, “udah datang aja, kalau punya masalah itu dihadapi jangan kabur” saran Nafa, tapi kalau aku datang apa aku akan sanggup melihatnya? Aku rasa tidak.
#2 minggu kemudian
      Besok adalah hari pertamaku Try Out dan langsung dilanjutkan dengan UJIKOM, benar-benar hari-hari yang sibuk, namun disela-sela kesibukan saat ini aku sedang belajar, tpi entah kenapa rasanya aku ingin sekali membuka twitter dan men-stalk pak Fatian. Yaa.. sebenarnya dulu aku sering men-stalk twitter dan facebook pak Fatian karena hanya dari social network itu aku bisa tahu tentang pak Fatian walaupun aku tidak berteman dengan pak Fatian baik di facebook maupun di twitter. Tapi sekarang-sekarang ini aku sudah jarang men-stalk dia semenjak aku tahu dia sudah punya calon istri. “ka, aku pinjam hp ya..”pintaku pada salah satu kakakku, “yaudah nih pakai aja”jawabnya. Setelah diizinkan aku langsung membuka akun twitter ku, dan langsung men-stalk Timeline pak Fatian, dan apa yang aku lihat benar-benar bukan hal yang aku inginkan. Disalah satu tweet yang dia buat ada kata-kata yang membuatku sedikit kecewa, dan isi tweet itu “Saya telah membuat banyak wanita patah hati#nyah”mataku langsung terbelalak tidak percaya, seorang pak Fatian nulis tweet seperti itu? Benar-benar tidak ku percaya, “PD banget dia, dia fikir dia itu siapa?”kesalku. pada esok harinya aku langsung menceritakannya pada Ros “apa? Serius kamu.. parah banget si, terlalu narsis tuh orang”tanggapan Ros setelah mendengarkanku bercerita.
      Try Out telah usai dan sekarang adalah hari pertama menghadapi UJIKOM, semua berjalan lancar, sampai pada saat istirahat tiba. aku menghampiri salah satu guru yang tahu tentang hadiah yang aku berikan pada pak Fatian, guru itu bernama bu Aty, yaa.. aku dan Ros terpaksa menceritakaannya, tapi tidak apa-apa bu Aty itu sudah aku anggap sebagai ibuku yang kedua. “bu, kenapa ya pak Fatian tidak pernah pakai hadiah yang aku berikan?”Tanyaku pada bu Aty. “oh itu, kamu tahu tidak? Hadiah yang kamu berikan itu diberikan ke calon istrinya.”jawab bu Aty dan langsung masuk ke ruangannya karena diruangannya pak Fatian sudah menunggu, mereka sedang rapat mengenai koperasi sekolah. #JJGGERRRR rasanya ada petir yang sangat besar dan ada badai yang siap menghantamku setelah aku mendengar perkataan bu Aty barusan. Ekspresi Ros pun sama denganku dia juga kaget mendengarnya “ternyata benar Ros yang kakakku bilang, dengan nada bercanda dia mengatakan mungkin hadiahnya diberikan ke calon istrinya saat aku cerita kalau pak Fatian tidak pernah pakai hadiah yang aku berikan.”ceritaku pada Ros “parah, ini benar-benar parah.”jawab Ros, “ya memang parah, aku merasa tidak dihargai sama sekali”bisikku dalam hati dan seketika tubuhku melemas, saat masuk ke lab komputer untuk melanjutkan tugas UJIKOMku. Aku jadi tidak bersemangat mengerjakannya. Teman-temanku sedang lelah karena program yang mereka buat, sedangkan aku bukan lelah karena program tapi lelah karena dia.
#3 minggu kemudian
      Satu persatu ulangan untuk kelulusanku telah selesai, mulai dari Ujian Praktik, UTS, Try Out, UJIKOM, US dan tinggal menunggu UN untuk perang terakhir. Rasanya terlalu cepat waktu berlalu, ku fikir baru masuk sekolah tapi ternyata aku sudah mau lulus. Disaat-saat terakhir aku dan teman-teman banyak berbagi cerita lama, mengingat masa-masa pada waktu kami masih duduk dikelas X dan XI. “duuh tidak sangka ya kita sudah mau lulus, aku tuh tidak bakal lupa saat-saat kita saling bully hahaha benar-benar kacau”ujar Yanti, “hahaha iya, ya.. inget tidak dulu tuh kita kalau suka sama orang Cuma bisa liat dari kejauhan, dan saat orang yang kita suka melihat kita, kita langsung lari dan berteriak kesenangan”lanjut Nafa, “hmm.. iya benar, kita yang masih polos.. suka disindir sama kaka kelas karena cowok yang mereka suka malah naksir sama kita hahaha”sambung Lita, “Terus tuh cowok-cowok minta nomer kita deh, eh kaka kelasnya malah marah-marah ke kita hahaha padahal kita tidak mau memberikan nomer kita ya tidak?”lanjut Ika, “mm.. iya, kita juga sering berantem tidak jelas, suka main kayak anak kecil, kalau difikir-fikir mah kita kan udah umur 17tahun tapi masih aja main kotak pos, jujur berani, petak jongkok pokoknya banyak deh hahaha benar-benar childish”sambung Aulia, “jangankan dulu, sekarang aja masih kayak gitu kan kita hahaha malu-maluin”jawab Ulya, “gapapa malu-maluin, yang penting seru. Kapan lagi coba kayak seru-seruan kayak gitu? Di kuliah nanti mana bisa, iya kan?”lanjut Arta, “iya, masa bodo orang mau bilang kita childish lah, norak lah. Yang penting seru, dan itu jadi kenang-kenangan nanti waktu kita udah pada kuliah.”sambungku “Yoi, bener banget tuh.. orang yang bilang kita norak terus kayak anak kecil, itu cuma orang-orang yang iri hahaha”lanjut Ros. Kami ber-9 memang sudah akrab dari kelas X, ya bisa dibilang kita adalah anak-anak yang paling-paling dikelas, tapi masih dalam hal yang wajar, walapun begitu prestasi yang kami dapat dikelas bisa membuat orangtua kami tersenyum bangga.
      Suasana yang penuh canda tawa itu terpecah saat ketua kelas kami memanggil ku “Fatia, kamu disuruh kebawah sama bu Aty sekarang”ujar Ina, “Oh iya, makasih infonya J”jawabku, akupun kebawah menuju ruangan bu Aty, ruangan ku terletak di gedung 2 sekolah ku dan berada dilantai 3. “assalamu’alaikum.. ibu memanggil saya? Ada apa bu?”tanyaku setelah mengetuk pintu ruang guru perempuan, disekolahku terdapat 2 ruang guru, yaitu ruang guru khusus perempuan dan khusus guru laki-laki. “wa’alaikumsalam.. ini, ibu mau menyampaikan pesan dari Fatian”jawab bu Aty, kenapa harus dia lagi? “ada apa ya bu?”lanjutku, “tapi sebelumnya, ibu minta maaf ya kalau nanti kamu bakalan sedih, bukan cuma kamu doang si, tapi si Arta juga”sambung bu Aty, “hmm.. emangnya ada apa si bu?”aku yang mulai penasaran namun ada perasaan tidak enak tentang apa yang ingin bu Aty katakan. “ini, si Fatian nitipin undangan ke ibu buat kelas kamu.”ujar bu Aty, “udangan, yaampun.. jangan sekarang dong.”bisikku, “hmm.. undangan bu? Kayaknya saya tahu bu, itu undangan siapa.”jawabku yang berusaha tetap tersenyum didepan bu Aty, “iya, ini undangan pernikahan Fatian”lanjut bu Aty.
      Bel pun berbunyi, dan itu menandakan waktunya pulang, aku ingin cepat-cepat pulang, setelah memberikan undangan pada teman dikelas, tanpa basa basi aku langsung mengajak Nafa untuk pulang, teman-temanku bingung dengan perubahan sikap ku setelah kembali dari ruang guru. Dan teman-temanku akhirnya mengetahui penyebabnya, Arta pun kaget ketika aku memberikan undangan itu.
      Malam harinya, aku menguatkan diri untuk membuka tas ku yang didalamnya terdapat satu undangan yang tertera namaku dan nama pak Fatian, tapi namaku tertera bukan sebagai mempelai wanita melainkan hanya orang yang diundang, yang datang atau tidaknya itu tidak terlalu penting untuk acara tersebut. Malam ini cerah tapi kenapa aku merasa sedang turun hujan lebat? Saat ini, masih sempat-sempatnya aku membayangkan nama ku ditulis bukan untuk tamu undangan melainkan nama yang ditulis tepat diatas nama pak Fatian, hahaha itu hal yang sangat bodoh. Ya, aku memang sangat bodoh, padahal aku tahu orang yang aku suka sudah tinggal menghitung hari lagi melangsungkan pernikahan tapi aku malah berkhayal yang tidak mungkin. Kenapa harus aku yang dikasih undangan? Apa dia berharap aku datang? Apa aku termasuk tamu undangan yang penting? Aku rasa itu semua tidak mungkin, lalu apa maksud semua ini? Apa dia tidak punya hati? Kenapa dia tidak memikirkan perasaanku dan Arta?
      Kenapa harus waktu dekat ini acaranya? Tidak bisakah menunggu kami lulus? Agar aku tidak merasakan sakit yang terlalu dalam. Ini terlalu berat untuk ku, acara pernikahannya berbeda 2 minggu dengan jadwal UN ku, semoga aku tetap bisa fokus dengan UN ku, aku tidak mau masalah ini menghambat langkahku.
      “Fatia? Kamu tidak apa-apa kan?”tanya Nafa, “hmm.. tidak, aku tidak apa-apa.. tenang saja”jawabku dengan suara yang kecil dan mencoba tersenyum. “tidak apa-apa, tapi matanya sembab gitu”sambung Lita, “ah ini? Hahaha tidak ko”jawabku. “eh udah dulu ceritanya, pak Fatian udah naik tuh bentar lagi sampai”ujar Ros.
      Sejak aku mendapatkan undangan itu, setiap ada pelajaran pak Fatian, setiap bertemu dengannya, aku lebih baik menundukkan pandanganku agar tidak melihatnya, dan berusaha menghindarkan berbicara padanya.
#1 minggu kemudian
      Hari ini adalah 1 hari sebelum pernikahan pak Fatian, aku ditunjuk oleh teman-temanku untuk membeli hadiah yang akan diberikan pada pak Fatian, dan dengan berat hati aku mengiyakannya. Akupun mengajak ibuku untuk menemaniku membeli hadiah tersebut. Saat membeli hadiah dan membungkusnya itu benar-benar sakit tapi mau bagaimana lagi, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
*esok hari
      This time, ALLOH help me please.. I don’t know, what should I do? Hp ku yang dari tadi berdering menunjukkan banyak sms masuk.
“Fatia, ayo kita berangkat. Aku yakin kamu kuat buat menghadapi ini semua”-Ika
“Udah Fatia, kamu harus datang. Aku kan akan menjadi mempelai wanitanya hahaha:D”-Aulia
“Fatia, pokoknya harus datang. Ingat! Hadapi jangan lari! Maaf ya aku tidak bisa datang, karena aku masih sakit. Titip salam saja ya buat pak Fatian”-Nafa
“Fatia, aku tahu apa yang kamu rasakan. Aku bisa ngerasainnya. Tapi kamu harus datang, kamu harus tunjukin ke pak Fatian, kalau kamu tuh kuat^^”-Ros
“Say, ayo kita hadapi berdua, kita harus terima iniJ”-Arta
“Fatia.. sabar ya, aku ingin sekali datang.. tapi hari ini aku ada kenaikan sabuk, maaf.”-Lita
“Ayo jangan kayak anak kecil!”-Yanti
“Ayo Fatia, semangat!!! Aku tidak bisa datang L”-Ulya
Ya, seperti itulah sms dari teman-temanku, mereka memberikan ku semangat untuk datang ke acara itu. Akhirnya aku memutuskan untuk datang ke acara itu walau dengan perasaan berat.
      Aku bersama Arta, Ika, Aulia, Ros pun pergi. Tidak sesuai rencana, karena banyak teman-temanku yang tidak jadi datang, rasanya akupun tidak ingin datang tapi aku dan teman-teman sudah sepakat jika dari salah satu diantara aku dan Arta tidak datang maka kami akan dibully habis-habisan . akhirnya aku memaksakan untuk datang. Aku merasa sedikit lebih tenang namun ketenangan itu berhenti ketika aku dan teman-teman hampir sampai ke acara tersebut. Tiba-tiba kakiku lemas dan dada terasa sangat sesak, kami pun terus menelusuri gerbang dan sampailah digedung ini tempat dimana diadakannya resepsi pernikahan pak Fatian, seketika kakiku benar-benar berat tapi aku tetap memaksakannya, akupun berjalan menuju kedua mempelai, sesak benar-benar sesak.. jarak antara aku dan kedua mempelai saat ini tidak lebih dari satu meter, wajahnya benar-benar tampan dan menunjukkan wajah yang sangat bahagia dan membuatku benar-benar sakit.
      “ini anak-anak murid ku. Ika, Aulia, Ros, Arta dan Fatia”pak Fatian yang memperkenalkan kami pada Istrinya. Aku sangat tidak kuat, akhirnya aku memutuskan untuk mempercepat langkahku untuk menjauhi tempat kedua mempelai tersebut. Aku yang diajak oleh Ros untuk mengambil makanan rasanya tidak ada nafsu lagi, tapi untuk menghormati akupun mengambil semangkuk cream soup, saat berjalan sekilas aku mengalihkan pandanganku kepada pak Fatian, aku tahu mereka sangat bahagia, dari wajah pak Fatian semua itu terlihat jelas.
      Aku mengambil tempat untuk duduk jauh dari tempat kedua mempelai sehingga aku tidak bisa melihat mereka. “Hei kalian, aku tunggu dari tadi juga”Yanti yang menyapa kami, dia memang datang dengan temannya keacara ini dan tidak pergi bersama kami. Disini aku bertemu dangan staff guru disekolah ku. Kami sempat berfoto-foto “Fatia senyum dong, daritadi fotonya cemberut mulu nih” bu Aty yang ternyata memperhatikanku, “sebenarnya aku tidak ingin seperti ini, aku juga tidak tahu kanepa seperti ini padahal aku sudah berjanji tidak ingin seperti ini”jawabku dalam hati.
      Kami memutuskan untuk pergi untuk melaksanakan sholat dzuhur sebelum pulang, tubuh ini sangat lemas dan hampir saja aku meneteskan air mata tapi aku berusaha untuk menahannya agar tidak terlihat oleh teman-teman dan guruku. Setelah selesai sholat teman-temanku mengajakku untuk berfoto bersama kedua mempelai, aku ingin menolak tapi “Fatia kamu tidak boleh seperti ini, ayo masuk kamu dicari oleh pak Fatian” berkata bu Aty, aku menyerah dan aku berusaha untuk tetap kuat dan masuk kedalam ruangan itu lagi, ruangan dimana ada 2 orang yang sedang berbahagia. Kamipun berfoto bersama, aku tidak bisa membohongi orang lain dan diri sendiri, wajah ini tidak bisa tersenyum walaupun aku sudah berusaha sebisa mungkin tapi tetap tidak bisa.
      Setelah berpamitan dengan kedua mempelai, aku benar-benar tidak bisa membendung kesedihanku lagi dan aku mempercepat langkah untuk pergi, kami pun pulang kerumah.
      Aku bertekad untuk melupakannya dan fokus belajar untuk kelulusanku nanti. Dia sudah bahagia, akupun harus bahagia. END